BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring
dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat
perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya.
Diperkirakan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun
2000.
Kesejahteraan
penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak memungkinkan
lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian
khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi
pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan dan lainnya
telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat individu lansia,
kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana pelayanan
kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat lanjutan,
(tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan lansia?
2.
Apa yang dimaksud posyandu lansia?
3.
Apa tujuan dan sasaran dari posyandu lansia?
4.
Apa yang dimaksud kader lansia?
5.
Bagaimana tata cara senam lansia?
6.
Apa saja yang berkaitan kesehatan reproduksi lansia?
7.
Apa saja pelayanan lansia yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian lansia.
2.
Mengetahui tentang posyandu lansia.
3.
Mengetahui tujuan dan sasaran dari posyandu lansia.
4.
Mengetahui kinerja dari kader lansia.
5.
Mengetahui tentang tata cara senam lansia.
6.
Mengetahui kesehatan reproduksi pada lansia.
7.
Mengetahui pelayanan lansia yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Masa lanjut usia merupakan periode penutup dalam
rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak
jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu
yang penuh dengan manfaat.
Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60
-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very
old) diatas 90 tahun.
1.1. Batasan
Usia Lanjut
Menurut WHO:
a.
Middle age (usia pertengahan) 45-59 tahun
b.
Elderly (lanjut usia) 60-74 tahun
c.
Old (lanjut usia tua) 75-90 tahun
d.
Very Old (usia sangat tua) > 90 tahun
1.2.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penuaan
a.
Hereditas:
keturunan/ genetic
b.
Nutrisi/
makanan
c.
Status
kesehatan
d.
Lingkungan
e.
Stress
1.3.
Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
a.
Perubahan
Fisik
ü Sel
Jumlah lebih
sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan sel terganggu, menurunnya
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.
ü Sistem persyarafan
Lambat dalam respon dan waktu
untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indera, kurang sensitive terhadap
sentuhan, hubungan persarafan menurun.
ü Sistem pendengaran
Presbiakusis/
gangguan pendengaran, hilang kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, terjadi pengumpulan ceruman dapat mengeras.
ü Sistem penglihatan
Spingter
pupil timbul sclerosis, hilang respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk
sferis (bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya akomodasi, menurunnya daya
membedakan warna biru dan hijau pada skala, menurunnya lapangan pandang,
menurunnya elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun ± 1% pertahun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, TD meningkat.
ü Sistem pengaturan suhu tubuh
Temperatur
tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan reflek menggigitdan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
ü Sistem respirasi
Menurunnya
kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari silia-silia paru-paru kehilangan
elastisitas, alveoli ukurannya melebar, menurunnya O2 pada arteri
menjadi 75 mmHg, menurunnya batuk.
ü Sistem gastrointestinal
Terjadi
penurunan selera makan rasa haus, asupan makanan dan kalori, mudah terjadi
konstipasi dan gangguan pencernaan lainnya, terjadi penurunan produksi saliva,
karies gigi, gerak peristaltic usus dan pertambahan waktu pengosongan lambung.
ü Sistem genitourinaria
Ginjal
mengecil aliran darah ke ginjal menurun, fungsi menurun, fungsi tubulus
berkurang, otot kandung kemih menjadi menurun, vesikel vrinaria susah
dikosongkan, perbesaran prostat, atrofi vulva.
ü Sistem endokrin
Produksi
hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah, menurunnya
aktivitas tiroid, menurunnya produksi aldesteron, menurunnya sekresi hormon
kelamin.
ü Sistem integument
Kulit
mengerut/ keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respon terhadap trauma
menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, elastisitas kulit
berkurang pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi keras dan seperti
bertanduk, kelenjer keringat berkurang.
ü Sistem muskulokeletal
Tulang
kehilangan cairan dan makin rapuh, tafosis, tubuh menjadi lebih pendek,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan menjadi sclerosis,
atrofi serabut otot.
b.
Perubahan
Psikologi
Tidak semua
fungsi-fungsi pada lansia mengalami penurunan, adapun perubahan psikis yang
terjadi menurut Stevens dan Hurlock 1980 adalah:
ü Pengamatan : Memerlukan waktu lebih lama
untuk menyimak keadaan sekelilingnya.
ü Daya ingat : Cenderung masih mengingat hal
yang lama disbanding dengan hal yang baru.
ü Berpikir dan argumentasi : Terjadi
penurunan dalam pengmbilan keputusan/ kesimpulan.
ü Belajar : Lebih berhati-hati dalam
belajar, memerlukan waktu lebih lama untuk dapat mengintegrasikan jawaban,
kurang mampu mempelajari hal-hal yang baru.
ü Perubahan social : Lanjut usia
cenderung mengurangi bahkan berhenti dari kegiatan sosial atau menarik diri
dari pergaulan sosialnya, keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, secara
kualitas maupun kuantitas, yaitu: kehilangan peran, kontak sosial dan
berkurangnya komitmen karena merasa sudah tidak mampu (Hurlock, 1990).
ü Perubahan spiritual : Hubungan
horizontal, antar pribadi berupaya menyerasikan hubungan dengan dunia.
1.4.
Penyakit-Penyakit Yang Sering Terjadi Pada Lanjut Usia
a.Kardiovaskuler
b.
Moskulosketal
c.TB Paru, bronchitis, asma dan penyakit paru lain
d.
Gigi, mulut dan saluran pencernaan
e.Kelainan sistem saraf
f.
Infeksi
kulit
g.
Malaria
h.
Infeksi
jaringan
2.
Pengertian
Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk
masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang
digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya.
Posyandu lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan
yang berada di desa-desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
khususnya bagi warga yang sudah berusia lanjut. Posyandu lansia adalah wahana
pelayanan bagi kaum usia lanjut yang dilakukan dari, oleh, dan untuk kaum usia
yg menitikberatkan pd pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitative. Posyandu lansia merupakan upaya kesehatan lansia yg
mencakup kegiatan yankes yg bertujuan u/ mewujudkan masa tua yg bahagia dan
berdayaguna.
3.
Tujuan dan
Sasaran Posyandu Lansia
3.1
Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk mencapai
masa tua yg bahagia dan berdaya guna dlm kehidupan keluarga dan masyarakat
(Matra, 1996).
3.2.
Tujuan khusus
a.
Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina sendiri kesehatannya.
b.
Meningkatkan kemampuan dan peran serta masy dlm
menghayati dan mengatasi masalah kesehatan lansia secara optimal.
c.
Meningkatkan jangkauan yankes lansia
d. Meningkatnya
jenis dan mutu yankes lansia
3.3. Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis
besar antara lain :
a.
Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di
masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
lansia.
b. Mendekatkan
pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
3.4
Sasaran Posyandu Lansia
a.
Sasaran langsung
Kelompok pra
usia lanjut (45-59 tahun)
Kelompok
usia lanjut (60 tahun keatas)
Kelompok
usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)
b.
Sasaran tidak langsung
Keluarga
dimana usia lanjut berada.
Organisasi
sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut.
Masyarakat
luas.
3.5
Mekanisme Pelayanan Posyandu
Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan
dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan
kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang
menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada
juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut
:
ü Meja I :
pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi
badan.
ü Meja II :
Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT).
Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan
rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
ü Meja III :
melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan
pelayanan
pojok gizi.
3.5.
Kendala Pelaksanaan Posyandu
Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu
antara lain :
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat
posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan
sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan
penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau
masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan
lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat
mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu
lansia.
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau.
Jarak posyandu yang dekat akan
membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau
kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh.
Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor
keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa
mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau
masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi
lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini
merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu
lansia.
c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia
untuk datang ke posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan
dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu
lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu
menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu,
mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi
segala permasalahan bersama lansia.
d.
Sikap yang kurang baik
terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang
baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung
untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia.
Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial
untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada
stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
3.6. Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu
lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang
dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih
awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang
dihadapi.
3.7. Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu
Lansia
a.
Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan,
seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik
turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b.
Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan
dengan mental emosional
dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c.
Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan
dan dicatat
pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d.
Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan
stetoskop serta penghitungan
denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan
hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat.
f.
Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus)
g.
Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air
seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal.
h.
Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan
dan atau ditemukan kelainan
pada pemeriksaan
butir 1 hingga 7.
i.
Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan
dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak
jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan,
sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau
tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan
dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan
laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.
4.
Kader Lansia (Pengertian, Tugas, Organisasi,
Pendanaan)
4.1. Pengertian
Kader Lansia
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut
dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan
kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di
posyandu. Padahal ada beberapa macam kader bisa dibentuk sesuai dengan
keperluan menggerakkan partisipasi masyarakat atau sasarannya dalam program
pelayanan kesehatan.
4.2. Tugas Kader
Lansia
Secara umum
tugas-tugas kader lansia adalah sebagai berikut :
a. Tugas-tugas
kader
ü Tugas
sebelum hari buka Posyandu (H - Posyandu) yaitu berupa tugas – tugas
persiapan
oleh kader agar kegiatan pada hari buka Posyandu berjalan dengan baik.
ü Tugas pada
hari buka Posyandu (H Posyandu) yaitu berupa tugas-tugas untuk
melaksanakan
pelayanan 5 meja.
ü Tugas
sesudah hari buka posyandu (H + Posyandu) yaitu berupa tugas - tugas setelah
hari Posyandu.
b. Tugas-Tugas
Kader Pada Pelaksanaan Posyandu Lansia
ü Tugas-tugas
kader Posyandu pada H - atau pada saat persiapa hari Posyandu, meliputi :
ü Menyiapkan alat
dan bahan : timbangan, tensimeter, stetoskop, KMS, alat peraga, obat-
obatan yang dibutuhkan, bahan/materi
penyuluhan dan lain-lain.
ü Mengundang
dan menggerakkan masyarakat, yaitu memberi tahu para lansia untuk
datang ke Posyandu, serta melakukan pendekatan tokoh
yang bisa membantu memotivasi masyarakat (lansia) untuk datang ke Posyandu.
ü Menghubungi
kelompok kerja (Pokja) Posyandu yaitu menyampaikan rencana kegiatan
kepada kantor desa dan meminta memastikan apakah
petugas sector bisa hadir pada hari buka Posyandu.
ü Melaksanakan
pembagian tugas : menentukan pembagian tugas diantara kader Posyandu
baik untuk persiapan untuk pelaksanaan.
4.3.
Organisasi Kader Lansia
a.
Pemeriksaan kesehatan secara berkala : pendataan,
screening, px kesh (gizi, jiwa, lab), pengobatan sederhana, pemberian suplemen
vitamin, PMT.
b. Peningkatan
olahraga.
c. Pengembangan
ketrampilan, kesenian, bina usaha.
d. Bimbingan
pendalaman agama.
e.
Pengelolaan dana sehat.
f.
Pendanaan Kadar Lansia.
4.4.
KMS Lansia
Kartu menuju
sehat (KMS) adalah suatu alat untuk mencatat kondisi kesehatan pribadi usia
lanjut baik fisik maupun mental emosional. Kegunaan KMS untuk memantau dan
menilai kemajuan Kesehatan Usia Lanjut yang dilaksanakan di kelompok Usia
Lanjut atau Puskesmas.
Tata Cara
pengisian KMS :
ü KMS berlaku
2 tahun, diisi oleh petugas kesehatan.
ü Pada
kunjungan pertama, diperiksa semua jenis tes yang tertera. Sedangkan pada
kunjungan ulang cukup diperiksa sekali sebulan, kecuali untuk tes laboratorium
dperiksa per 3 bulan (Hb, Urine, Protein)
5.
Latihan Gerak Dan Senam Lansia
Senam adalah
serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang dilakukan
secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
raga untuk mencapai tujuan tersebut (Santosa, 1994). Lansia seseorang individu
laki-laki maupun perempuan yang berumur antara 60-69 tahun. (Nugroho 1999 : 20)
Jadi senam
lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana
yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan
kemamp meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut.
5.1.
Manfaat Olahraga Bagi Lansia
Manfaat dari
olahraga bagi lanjut usia menurut Nugroho (1999 : 157) antara lain :
a. Memperlancar
proses degenerasi karena perubahan usia.
b. Mempermudah
untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam kehidupan (adaptasi)
c.
Fungsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan
dalam fungsinya terhadap
bertambahnya
tuntutan, misalya sakit. Sebagai Rehabilitas Pada lanjut usia terjadi penurunan
masa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, tolerasnsi latihan,
kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Dengan melakukan
olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan
fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukan bahwa
latihan/olah raga seperti senam lansia dapatmengeliminasi berbagai resiko
penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit arteri koroner dan
kecelakaan. (Darmojo 1999 : 81).
5.2.
Komponen aktivitas dan
kebugaran
Menurut
Darmojo (1999 : 74) komponen aktivitas dan kebugaran terdiri dari :
a.
Self Efficacy (keberdayagunaan-mandiri) adalah istilah
untuk menggambarkan rasa
percaya atas
keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal ini sangat berhubungan dengan
ketidaktergantungan dalam aktivitas sehari-hari. Dengan keberdayagunaan mandiri
ini seorang usia lanjut mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas.
b.
Latihan Pertahanan (resistence training) keuntungan
fungsional atas latihan pertahanan
berhubungan
dengan hasil yang didapat atas jenis latihan yang bertahan, antara lain
mengenai kecepatan bergerak sendi, luas lingkup gerak sendi (range of motion)
dan jenis kekuatan. Yang dihasilkan pada penelitian-penelitian dipanti jompo
didapatkan bahwa latihan pertahanan yang intensif akan meningkatkan kecepatan
gart (langkah) sekitar 20% da kekuatan untuk menaiki tangga sebesar 23-38%.
c.
Daya Tahan (endurance) daya tahan adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan
kerja dalam
waktu yang relatif cukup lama. Pada lansia latihan daya tahan /kebugaran yang
cukup keras akan meningkatkan kekuatan yang didapat dari latihan bertahan.
Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas untuk latihan yang
dijalankan (training specifik), sehingga latihan kebugaran akan meningkatkan
kekuatan berjalan lebih dengan latihan bertahan.
d.
Kelenturan (flexibility) pembatasan atas lingkup gerak
sendi, banyak terjadi pada lanjut
usia yang
sering berakibat kekuatan otot dan tendon. Oleh karena itu latihan kelenturan
sendi merupakan komponen penting dari latihan atau olah raga bagi lanjut usia.
e.
Keseimbangan-keseimbangan merupakan penyebab utama
yang sering mengakibatkan
lansia sering jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan
motork yang dihasikan oleh berbagai faktor, diantaranya input sesorik dan
kekuatan otot. Penurunan keseimbangan pada lanjut usia bukan hanya sebagai
akibat menurunya kekuatan otot atau penyakit yang diderita. Penurunan
keseimbangan bisa diperbaiki dengan berbagai latihan keseimbangan. Latihan yang
meliputi komponen keseimbangan akan menurukan insiden jatuh pada lansia.
6.
Kesehatan
Reproduksi
Pengertian kesehatan reproduksi
menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan
alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi
bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat
memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah
(Depkes RI, 2000).
6.1. Perkembangan
Reproduksi Usia Lanjut
a.
Wanita
Perubahan Anatomik pada Sistem Genitalia, dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna daneksterna berangsur-angsur mengalami atrofi.
ü Vagina
Sejak klimakterium, vagina
berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita belum pernah
melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia
menipis begitu pula jaringan sub mukosa tidak lagi mempertahankan
elastisitas¬nya akibat fibrosis. Perubahan ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keberlangsungan
koitus, artinya makin lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan
atau pengecilan genitalia eksterna.
ü Uterus
Setelah
klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya
menipis, miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan
dinding jaringan.
ü Ovarium
Setelah
menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi “keriput” sebagai
akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang
sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena
tidak terdapat folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia interna
dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi,
pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang pertumbuhannya
oleh hormon estrogen dan progesteron.
ü Payudara (Glandula Mamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar,
kecuali pada wanita yang gemuk, dimana payudara tetap besar dan menggan¬tung.
Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi hanya mem¬pengaruhi kelenjar payudara
saja. Kelenjar
pituari anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula
kelenjar tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh
serupa akromegali ringan.Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang
menghilang.Kadang timbul pertumbuhan rambut pada wajah.Rambut ketiak, pubis
mengurang, oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan
bukan kelenjar ovarium.Rambut kepala menjadi jarang.
Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.
b.
Pria
Beberapa
perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah :
ü Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini
mungkin juga
akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan
kurang produktif tubular testis
akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan
jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.
ü Kelenjar prostat biasanya membesar.
Hipertrofi prostate jinak
terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Hipertrofi prostat jinak ini
memerlukan terapi lebih lanjut.
ü Respon seksual terutama fase penggairahan (desire), menjadi lambat
dan ereksi yang
sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung
skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan
tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut
dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat
kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase
penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai
osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
ü Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari.
Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta
jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi
ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi
dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang
berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang
pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
ü Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya 12 sampai
48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya
membutuhkan beberapa menit saja.
ü Ereksi pagi hari (morning
erection) semakin jarang terjadi.
7.
Upaya Pelayanan Kesehatan Reproduksi terhadap Lansia
Upaya pelayanan kesehatan reproduksi terhadap lansia meliputi azas,
pendekatan, dan jenis pelayanan kesehatan yang diterima.
7.1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added to life, dengan
prinsip kemerdekaan (independence),
partisipasi (participation),
perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity). Azas yang dianut oleh
Departemen Kesehatan RI adalah Add life
to the Years, Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan
mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia.
7.2.
Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
a.
Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of
social development)
b.
Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality
of aging persons)
c.
Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal
(nondependence)
d.
Lansia turut memilih kebijakan (choice)
e.
Memberikan perawatan di rumah (home care)
f.
Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
g.
Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi
(engaging the aging)
h.
Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan
lansia (mobility)
i.
Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan
karya (productivity)
j.
Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan
lansia (self help care and family care)
7.3. Jenis –
jenis Pelayanan Lansia
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi
lima upaya kesehatan, yaitu promotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan,
pembatasan kecacatan, serta pemulihan.
A.
Promotif
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi
kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat
terhadap praktek kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya
perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :
ü Mengurangi
cedera
ü Meningkatkan
keamanan di tempat kerja
ü Meningkatkan
perlindungan dari kualitas udara yang buruk
ü Meningkatkan
keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan
ü Meningkatkan
perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut
B.
Preventif
Pencegahan primer, meliputi :
ü Program
imunisasi
ü Konseling
ü Dukungan
nutrisi
ü Exercise
ü Keamanan di
dalam dan sekitar rumah
ü Manajemen
stres
ü Menggunakan
medikasi yang tepat.
Pencegahan sekuder, meliputi:
Pemeriksaan
terhadap penderita tanpa gejala. Jenis pelayanan pencegahan sekunder :
ü Kontrol hipertensi
ü Deteksi dan
pengobatan kanker
ü Skrining :
pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, gigi, mulut.
ü Pencegahan
tersier dilakukan sesudah gejala penyakit dan cacat
ü Jenis
pelayanan mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilisasi rehabilitasi,
medukung usaha untuk mempertahankan kemampuan anggota badan yang masih berfungsi.
C. Rehabilitatif
Prinsip :
ü Pertahankan
lingkungan aman
ü Pertahankan
kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas
ü Pertahankan
kecukupan gizi
ü Pertahankan
fungsi pernafasan
ü Pertahankan
aliran darah
ü Pertahankan
kulit
ü Pertahankan
fungsi pencernaan
ü Pertahankan
fungsi saluran perkemihaan
ü Meningkatkan fungsi psikososial
ü Pertahankan
komunikasi
ü Mendorong
pelaksanaan tugas
LAMPIRAN
( Gambar Senam
Lansia )
( Gambar KMS “Kartu Menuju Sehat” )
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam
rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak
jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu
yang penuh dengan manfaat.
. Lansia banyak mengalami penurunan fungsi tubuh akibat proses degenerasi,
oleh karena
itu diperlukan usaha untuk mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada
taraf setinggi-tingginya agar terhindar dari penyakit atau gangguan. Untuk
mencapai hal tersebut diperlukan wadah yang dapat memberikan sarana bagi lansia
yang dapat memelihara kesehatannya yaitu posyandu lansia
Pada
posyandu lansia dapat memperoleh manfaat antara lain, mengetahui status
kesehatannya juga
kegiatan lain yang bermanfaat untuk mengisi kegiatan para lansia.Disamping itu
pada posyandu lansia terdapat suatu kepedulian dan perhatian yang didapat dari
kontak sosial sehingga memberi harapan dan semangat para lansia untuk terus
dapat hidup mandiri dan menyadari bahwa di usia senja mereka tetap prima.
B.
Saran
Seorang bidan
harus mengetahui pelayanan kesehatan reproduksi pada lansia agar dapat
memberikan pelayanan lansia yang tepat di masyarakat. Dalam pelaksanan kegiatan posyandu diperlukan peran serta masyarakat,kerja
sama dari berbagai pihak oleh karena itu dukungan dan partisipasi keluarga
lansia dalam ikut serta memelihara kesehatan lansia sangat diperlukan dismping
tokoh dan perangkat desa setempat yang nantinya diharapkan secara mandiri para
lansia dapat berperan aktif dalam posyandu lansia dan bahkan tidak menutup
kemungkinan dilaksanakan dari dan untuk kelompok lansia itu sendiri. Puskesmas sebagai tempat rujukan yang utama bagi kesehatan diharapkan lebih efektif terjun kemasyarakat terutama untuk membimbing potensi yang ada di
masyarakat terutama di bidang kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Yulifah, Rita. 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Maryam, R siti. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2008. Jakatra: Salemba medika
Hadi-Martono
. Kegiatan Seksual Pada Lanjut Usia.
Naskah simposium sek rotary Club Purwokerto, 1996.